• logo nu online
Home Warta Nasional Jakarta Raya Dari Betawi Keislaman Sejarah Opini Literatur Obituari
Minggu, 28 April 2024

Akhlak Tasawuf

Memaknai Halal Bihalal sebagai Keluasan Hati

Memaknai Halal Bihalal sebagai Keluasan Hati
Halal Bihalal (Foto: Dok. NU Online)
Halal Bihalal (Foto: Dok. NU Online)

Halal secara generik berarti melepaskan. Ia seakar kata dengan “tahallul” yang artinya melepaskan diri dari ikatan keharaman setelah melaksanakan rukun dan wajib haji yang diawali dengan niat ihram. Juga seakar kata dengan “wahlul ‘uqdatan min lisâni,” doanya Nabi Musa yang berarti lepaskanlah belenggu ikatan dari lisanku.


Oleh karenanya halal bihalal bisa diartikan sebagai momentum melepaskan diri dari sampah emosi yang kerap bersarang di hati.

 
Melepaskan emosi negatif seperti kecewa, marah dan dendam dengan cara saling memaafkan, itulah mengapa halal bihalal merupakan peristiwa simbiosis yang dilakukan secara serentak, bersama-sama bukan sendirian. Anda tidak bisa memaafkan seraya menyimpan dendam.


Memaafkan bukan berarti membenarkan tindakan orang yang telah menzalimi kita. Memaafkan adalah ikhtiar diri untuk membebaskan hati kita dari sampah emosi. Pada saat kita berhasil melakukan ini, maka insyaallah kita akan tiba pada level kebeningan hati yang oleh agama disebut dengan fitrah.


Itulah mengapa, kita mengucapkan minal ‘âidîn wal fâizin, semoga Allah mengembalikan kita kepada kesucian dan memperoleh kemenangan. Al-Fâizûn berbeda dengan Al-Muflihûn meskipun artinya secara generik sama-sama kemenangan. Al-Fâizûn adalah kemenangan yg hadiahnya diberikan dari sisi Allah sedangkan Al-Muflihûn menggunakan pendekatan sebab-akibat. Itulah mengapa petani dalam bahasa Arab disebut Al-Fallâh karena setelah menanam akan mendapat panen.


Usai kita berjuang selama bulan Ramadhan diharapkan kita menjadi pemenang, dalam istilah saya menjadi pahlawan kehidupan.

 
Semoga fluktuasi keimanan yang sering mengalami pasang surut pasca Ramadhan dapat kita stabilkan pada level kefitrahan.


Keluasan Hati


Halal bihalal juga menghadirkan tema besar mengenai pentingnya Harmonisasi. apalagi dalam kaitannya dengan spirit kebangsaan.


Halal bihalal ini budaya khas Indonesia, hanya ada di sini, di negeri yang majemuk, heterogen, beragam namun bersahaja dalam persatuan; Bhineka Tunggal Ika. Dan prasyarat untuk bisa menerima keragaman itu adalah keluasan hati. Hati yang luas akan mudah memahami dan menerima perbedaan. Sebaliknya, hati yang sempit akan sulit menerima perbedaan, karena sempitnya hati akan merasa benar sendiri dan kerap menganggap orang lain yang berbeda itu sebagai outsider yang perlu dicurigai.


Keluasan hati itu interaksi batin kita dengan sesama. Kita memberi, keluasan hati mengajarkan kita untuk tak harap kembali. Kita berusaha, keluasan hati mengajarkan kita untuk tak perlu dipuja. Kita bahagia, keluasan hati akan menutup jalan kecewa. Kita berdamai, tak perlu galau. Tetapi interaksi batin ini sering tersekat oleh dinding pengharapan dan perhitungan.


Bila untuk berbuat baik mengharapkan balasan, itu pertanda hati masih sempit, bahkan dalam ibadah sekalipun, seyogyanya visi ibadah ini meningkat dari sekedar mengaharap pahala menuju "melayani apa adanya". Substansi ibadah itu pelayanan. Ibadah kepada Allah itu melayani Allah. Tentu kita tidak secara langsung melayani Allah, tetapi menjadi pemakmur bumi dengan melayani sesama dan alam semesta.


Dalam pelayanan itu misi yang diemban adalah merawat bumi dari kehancuran. Prinsipnya disebut keseimbangan. Allah melarang kita merusak bumi, "walâ tufsidû fil ardhi ba'da islahihâ yang bermakna, janganlah engkau merusak bumi ini setelah Ia diperbaiki, yakni setelah Allah ciptakan keseimbangan ekosistem di atasnya.


Bekerja itu juga masuk dalam domain ibadah bila diniatkan sebagai visi pelayanan kepada Allah, tanpa disebutkan pun, bila dalam bekerja Anda merawat keharmonisan, Allah akan mencatatnya sebagai ibadah.


Nah, keharmonisan dalam bekerja itu dimulai dengan mengaktivasi keluasan hati; ia akan menghantarkanmu menjadi pribadi yang acceptance, Anda bisa menerima kenyataan dan Anda bisa diterima oleh lingkungan. Sikap menerima akan sulit diwujudkan bila hati masih sempit, kesempitan hati akan memunculkan protes yang tidak jelas.


Keluasan hati menjadi salah satu rahasia penting dalam "Quantum Berkat." Anda akan lebih bertanggung jawab pada tugas, melayani customer dengan tulus, menyenangkan orang lain, produktif, inovatif, solutif dan dedikatif. Maka, menjadi wajar, bila Tuhan yang sedang Anda layani dalam pekerjaan Anda, turut merasa senang lalu membahagiakan Anda dengan keberlimpahan. Quantum-pun terjadi, orang lain boleh menyebutnya amazing, tapi Anda tetap bersahaja dalam bersikap.


KH Ahmad Nurul Huda, Wakil Sekretaris Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU)


Akhlak Tasawuf Terbaru